Dalam
kitab matan al-Ghoyatu wat Taqrib karangan Abi Suja diterangkan bahwa perkara
yang dapat membatalkan wudhu ada enam:
pertama,
Sesuatu yang keluar dari kedua jalan (kemaluan depan maupun belakang).
kedua
Tidur
tidak dalam keadaan duduk,
ketiga Hilangnya akal sebab
mabuk atau sakit,
keempat Bersentuhan (kulit)
pria dan wanita yang bukan mahram tanpa penghalang,
kelima Menyentuh kemaluan
manusia dengan telapak tangan,
Dalam
keterangannya atas enam hal tersebut Ibnu Qasim al-Ghazi dalam Fathul
Qaribul Mujib menerangkan dengan rinci enam hal tersebut. Pertama
keluarnya sesuatu yang dari kedua jalan kemaluan depan (qubul) maupun belakang
(dubur), baik itu sesuatu yang suci seperti cacing dan mani ataupun yang tidak
suci seperti darah dan kentut. Hal ini berdasar pada surat al-maidah ayat 6
أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ
الْغَائِطِ
Dan
sebuah hadits yang diceritakan oleh Abu Hurairoh dan diriwayatkan oleh Imam
Bukhori dan Muslim;
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم : لايقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ فقال رجل من
أهل حضر موت ماالحدث ياأباهريرة؟ قال: فساء أو ضراط
Artinya:
Abu Hurairoh bercerita bahwa Rasulullah saw bersabda “Allah tidak menerima
sholat kamu sekalian apabila (kamu) dalam keadaan hadats hingga kamu berwudhu”
kemudian seorang Hadramaut bertanya kepada Abu Hurairoh “apakah hadats itu?”
Abu Hurairoh menjawab “kenut (yang tidak bersuara)dan Kentut yang
bersuara”
Kedua
tidur.
Tidur dapat membatalkan wudhu kecuali tidur dalam posisi duduk yang menetap
(pantat yang rapat) seperti duduknya orang bersila. Sebagai dalilnya dapat
diperhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan diceritakan oleh
sahabat Ali:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : وكاء
السه العينان, فمن نام فاليتوضأ
Artinya:
Rasulullah saw berkata “pengendali dubur (tempat keluarnya kotoran dari jalan
belakang)adalah kedua mata, oleh karena itu barang siapa tidur hendaklah ia
berwudh”.
Hadits ini menunjukkan bahwa tidur pada
dasarnya membatalkan wudhu, karena seseorang ketika tidur tidak dapat menjaga
duburnya, bahkan ia tidak tahu apakah dia telah kentut atau malah kencing.
Diqiyaskan dengan tidak adanya kendali ketika tidur adalah hilangnya akal atau
kesadaran . ini juga dapat membatalkan wudhu, karena ketika seseorang
tidak sadar, berarti ia tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Baik
kesadaran itu hilang karena mabuk, pingsan maupun gila.
Keempat; Bersentuhan (kulit)
pria dan wanita yang bukan mahram tanpa penghalang termasuk persentuhan suami
istri. Seperti keterangan berikut ini
Persentuhan kulit laki-laki dewasa
dengan wanita dewasa yang bukan mahram (termauk juga istri) tanpa penghalang
dapat membatalkan wudhu. Dalam kitab al-Iqna pada Hamisyi albujairimi juz I,
halaman 171 sebagai berikut:
..والرابع من نواقض الوضوء لمــــس
الرجل ببشرته المرأة الأجنبية أى بشرتها من غير حائل.
...hal keempat membatalkan wudhu
adalah bersentuhan kulit laki-laki dewasa dengan perempuan dewasa lain (yang
bukan muhrim) tanpa ada penghalang. <br />
Begitu juga yang dijelaskan dalam hadits dari Muadz bin Djabal.
Begitu juga yang dijelaskan dalam hadits dari Muadz bin Djabal.
أن
رسول الله صلى الله عليه وسلم أتاه رجل فقال: يارسول الله ما تقول فى رجل لقي
امرأة لايعرفها وليس يأتى الرجل من امرأته شيئا إلاأتاه منها غير أنه لم يجامعها
قال فأنزل الله عز وجل هذه الأية أقم الصلاة طرفي النهار وزلفا من الليل,
قال فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم : توضاء ثم صل..! قال معاذ فقلت يارسول
الله أله خاصة أم للمؤمنين عامة؟ فقال:بل للمؤمنين عامة (رواه أحمد والدارقطنى
Rasulullah saw. kedatangan seorang lelaki
lalu berkata: ya Rasulullah, apa pendapatmu tentang seorang lelaki bertemu
dengan perempuan yang tak dikenalnya. Dan mereka bertemu tidak seperti layaknya
suimi-istri, tidak juga bersetubuh. Namun, hanya itu saja (bersetubuh) yang
tidak dilakukannya. Kata Rawi Maka turunlah
ayat أقم الصلاة
طرفي النهار وزلفا من الليل . Rawi bercerita: Maka rasulullah saw
bersabda: berwudhulah kamu kemudian sembahyanglah. Muadz berkata ”wahai
Rasulullah apakah perintah ini hanya untuk orang ini, atau umum untuk semua
orang mu’min? Rasulullah saw menjawab “untuk semua orang mu’min’ (HR. Ahmad
Addaruquthni)
Ada juga hadits lain yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar dari ayahnya:
Ada juga hadits lain yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar dari ayahnya:
قبلة
الرجل امرأته وجسه بيده من الملامسة فمن قبل امرأته أوجسها بيده فعليه الوضوء (رواه
مالك فى الموطأ والشافعى )
Sentuhan tanagn seorang laki-laki
terhadap istrinya dan kecupannya termasuk pada bersentuhan (mulamasah). Maka
barangsiapa mencium istrinya atau menyentuhnya dengan tangan, wajiblah atasnya
berwudhu (HR. Malik dalam Muwattha’ dan as-Syafi’i)
Hadits ini jelas menerangkan bahwa bersentuhan dengan istri itu membatalkan wudhu seperti halnya batalnya wudhu karena mencium istri sendiri.
Seperti yang ditekankan dalam salah satu riwayat Ibnu Haitam, bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata:
Hadits ini jelas menerangkan bahwa bersentuhan dengan istri itu membatalkan wudhu seperti halnya batalnya wudhu karena mencium istri sendiri.
Seperti yang ditekankan dalam salah satu riwayat Ibnu Haitam, bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata:
اللمس
ما دون الجماع
Yang dimaksud dengan sentuh
(allamsu) adalah selain jima’.
Ini berarti bersentuhan dengan istri tanpa penghalang baik sengaja atapun tidak membatalkan wudhu. Lebih jelas lagi riwayat atThabrani:
Ini berarti bersentuhan dengan istri tanpa penghalang baik sengaja atapun tidak membatalkan wudhu. Lebih jelas lagi riwayat atThabrani:
يتوضأ
الرجل من المباشرة ومن اللمس بيده ومن القبلة
Berwudhulah
lelaki karena berlekatan, bersentuhan dengan tangan dan karena ciuman.
Kelima:
menyentuh
kemaluan manusia dengan telapak tangan. Hal ini didasarkan atas dalil sebagai
berikut :
رَوَى اْلخَمْسَةُ وَصَحَّحَهُ
التِّرْمِذِىْ ، عَنْ بِسْرَةْ بِنْتِ صَفْوَانْ رَضِيَ الله عَنْها : اَنّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلَا يُصَلِّيَ
حَتَّى يَتَوَضَّاءَ .
Artinya : Dalam sebuah hadits yang
dishahehkan oleh imam tirmidzi dari bisrah binti shafwan r.a. bahwa nabi s.a.w.
bersabda : barang siapa yang memegang dzakarnya janganlah melakukan shalat
hingga ia berwudhu.
An-nisa’I
meriwayatkan bahwa :
وَيَتَوَضَّاءَ مِنْ مَسِّ الذَّكَرِ
Artinya
: dan hendaklah berwudhu oleh karena memegang dzakar kemaluan.
Hadits tersebut di atas mengandung
makna bahwa : menyentuh kemaluan adalah membatalkan wudhu. Baik itu kemaluannya
sendiri, maupun kemaluan orang lain.
Juga
dalam hadits riwayat dari ibnu majah bahwasanya :
عَنْ اُمِّ حَبِيْبَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهَا : مَنْ مَسَّ فَرْجَهُ فَلْيَتَوَضَّاءُ
Artinya
: dari ummi habibah r.a. : barangsiapa yang memegang farj-nya maka hendaklah
berwudhu.
Sedangkan hadits ini memberikan
penjelasan atas batalnya wudhu sebab menyetuh kemaluan baik kemaluan laki-laki
maupun perempuan.
Enam;
menyentuh lubang dubur.
Hal
ini adalah berdasarkan pendapat imam syafii yang terbaru
Sumber : www.nu.or.id
No comments:
Post a Comment
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.